Entri yang Diunggulkan

صفحات من حياة فضيلة الشيخ سليمان بن ناصر العلوان

إعداد : أبي محمد يوسف الصالح بسم الله الرحمن الرحيم   المقدمة إنّ الله سبحانه وتعالى جعل لهذه الأمة...

Rabu, 15 Juni 2016

AL-QAIDAH MENAPAKTILASI IKHWANUL MUSLIMIN: DARI BAWA PELEDAK HINGGA KE MENENTENG SPANDUK


Standard

Al-Jabhah Al-I’lamiyyah li Nushrah Ad-Daulah Al-Islamiyyah
(Front Media Pembela Daulah Islam)
Mu`assasah Al-Battar
(Al-Battar Media)
Penulis: Abul-Baraa Ash-Sha’iqi
Alih Bahasa: Abana Ghaida
Mempersembahkan :

Al-Qaidah Menapaktilasi Ikhwanul Muslimin:
Dari Bawa Peledak Hingga ke Menenteng Spanduk
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi dan rasul mulia, serta kepada para keluarga dan sahabat semuanya.
Amma ba’du:
Saya tidak meragukan, banyak orang yang membaca judul tulisanku ini akan mengira bahwa saya terlalu berlebihan, atau mencoba melakukan intimidasi, dan melakukan kesembronoan tanpa pikir panjang. Bahkan prasangka buruk telah naik sampai tingkatan bahwa saya diklasifikasikan ke dalam barisan orang-orang yang gemar membuat huru-hara dan pemantik kerusuhan! Padahal persoalannya sama sekali tidak seperti itu. Namun sesungguhnya, saya pun tidak akan mencela siapa saja yang berprasangka buruk seperti itu, disebabkan hanya sekadar membaca judulnya saja tanpa menelaah seisi tulisan di dalam artikel. Oleh sebab itu, saya mengimbau semuanya agar membaca tulisan saya sampai selesai secara seksama dan teliti, dengan nalar yang bijak, dan dengan hati nurani yang bersih dari pengaruh purbasangka.
Saya meyakini secara pasti bahwa orang yang membaca dengan seksama pada akhirnya akan sampai pada suatu keyakinan atau setidaknya penilaian yang tidak keluar dari inti tulisan di dalam artikel saya, dan ini menjadi salah satu indikator dari keyakinan diri. Para pembaca, mohon sejenak saja berikan nalar kalian untuk membaca tulisanku, karena dengan izin Allah tidak akan sampai melenyapkan kebaikan.
Aku mendatangi kalian berbekal derasnya kenyataan
Dan sengitnya keadaan melalui keniscayaan pengetahuan


Ketahuilah bahwa sejarah tidak akan pernah berdusta selamanya. Sunnatullah (ketentuan Allah) berlaku langgeng dan sekali-kali tidak akan ada perubahan dan pergantian. Alur segenap hari takkan berubah pada permulaan dan penghujungnya, kendati detil dan bilangannya berbeda-beda. Di antara salah satu ketentuan dan fenomena sejarah yang terjadi: Siapa saja yang mengayunkan satu langkah di jalur perdamaian dengan musuh-musuhnya, maka kedua kakinya akan tergelincir, hingga akhirnya menyimpang dari kondisi awalnya secara total. Sekali seseorang terjatuh ke dalam kubangan kenistaan, maka selanjutnya dia akan terjatuh berulang-ulang kali. Sebagaimana dikatakan: “Barangsiapa yang memandang remeh pandangan pertama, niscaya dia terjerumus ke dalam zina.” Sesungguhnya nasib orang yang mendera agamanya dengan kehinaan, meski hanya setitik saja, maka kondisinya sangat terang-benderang tak ubahnya terang matahari di siang bolong.
Oleh karena itu, melalui Al-Quran, Allah Subhanahu wa Ta’ala berkali-kali memperingatkan Nabi MuhammadShallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan umatnya tentang bahaya mengikuti langkah setan. Allah menegaskan betapa dahsyatnya bahaya condong kepada musuh-musuhnya, walau hanya memandang sekilas saja. Allah mengancam orang yang condong dan ‘menjilat’ musuh dengan kerugian dan kesengsaraan di dunia dan akhirat. Allah berfirman,

وَإِن كَادُواْ لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ لِتفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهُ وَإِذاً لاَّتَّخَذُوكَ خَلِيلاً * وَلَوْلاَ أَن ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدتَّ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئاً قَلِيلاً * إِذاً لَّأَذَقْنَاكَ ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لاَ تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيراً

“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentu|ah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami. (Al-Israa`: 73-75)

Allah juga menegaskan,
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسّكُمْ النَّار
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka.” (Huud: 113)

فَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِماً أَوْ كَفُوراً
“Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka.” (Al-Insaan: 24)
Dan masih banyak lagi ayat lainnya yang memperingatkan kita untuk tidak meniti jalan tersebut dan mewanti-wanti kita akan dampak buruk yang ditimbulkannya bagi agama dan keduniaan seseorang.
Saya mendapatkan pernyataan berharga dari Sayyid Quthb, yang layak untuk ditulis dengan tinta emas karena sangat bernilai. Kalau saja tidak khawatir untuk bertele-tele dalam menjelaskan, niscaya akan saya tulis semuanya. Namun saya akan paparkan sebagian saja.
Sayyid Quthb mengatakan, “Ia merupakan sebuah kenyataan besar yang mesti disadari dan dijalani para pionir jalan (kebenaran) ini. Berbagai upaya telah dikerahkan kaum musyrikin bersama Rasulullah dalam rangka melakukan bargaining (negosiasi) dalam dakwah. Namun Allah menjauhkan beliau dari berbagai upaya yang sejatinya senantiasa dilakukan para penguasa terhadap para da’i, yaitu membujuk mereka agar mau sejenak melupakan penegakan dan soliditas dakwah, mau mengambil solusi alternatif yang ditawarkan mereka, dengan kompensasi sejumlah harta benda.

Dari sekian banyak da’i, ada yang terpikat sehingga menyimpang dari dakwahnya karena memandang bahwa persoalan tersebut adalah hal remeh. Para penguasa tidak pernah menuntut mereka untuk meninggalkan dakwah mereka secara total. Mereka hanya meminta revisi (perubahan) ringan sehingga kedua belah pihak memiliki titik temu di persimpangan jalan. Kemudian setan menggiring sang pengemban dakwah ke dalam celah tersebut, sehingga dia memiliki anggapan bahwa kebaikan dakwah muncul ketika para penguasa mau menerimanya, walau harus melalui tanazul (merendahkan diri/berkompromi) dari salah satu pihak.

Namun nyatanya, penyimpangan kecil yang terjadi di awal langkah ini berujung para penyimpangan hebat di akhir jalan. Si pengemban dakwah yang di awal mau berkompromi dalam hal remeh dan mengabaikan satu aspek kecil, kemudian ternyata dia tidak mempunyai sikap dalam kompromi untuk pertama kalinya. Kesiapannya untuk menerima kompromi akan semakin bertambah seiring dengan sikapnya yang semakin jauh melangkah ke belakang. Padahal persoalannya berkaitan dengan persoalan keimanan terhadap dakwah secara keseluruhan. Orang yang mau berkompromi dalam satu persoalan betapapun kecilnya dan diam mengabaikan suatu hal betapapun remehnya, maka mustahil baginya mau mengimani dakwahnya dengan sebenar-benar keimanan.


Ini berarti, suatu hal sempurna telah kehilangan bagian-bagiannya, ketika salah satu bagiannya hilang. Tak ubahnya kendaraan yang kehilangan bagian-bagiannya, ketika ia kehilangan salah satu elemennya. Dan para penguasa melakukan istidraj (pendekatan berangsung-angsur) kepada para pengemban dakwah. Sekali saja menerima satu bagian, maka para da’i telah kehilangan wibawa dan kekuatannya. Para penguasa memahami betul bahwa negosiasi yang dilakukan secara terus-menerus dan peningkatan harga penawaran akan berujung pada penyerahan ‘transaksi’ secara keseluruhan.”
Barangsiapa bersikap merendahkan maka kenistaan mudah menghampirinya
Luka yang menimpa si mayyit takkan pernah berubah menjadi derita



Hal ini pun tepatnya menimpa jamaah Ikhwanul Muslimin (IM) yang menciderai konsistensinya yang sebelumnya berdiri sangat kokoh. Yaitu tatkala IM menerima prinsip tanazul (kompromi) untuk mengimbangi tekanan realita di satu sisi, dan untuk ‘menyenangkan’ kekuatan-kekuatan penguasa dengan berbagai bentuknya di sisi lain. Hal demikian mendorong mereka selangkah demi selangkah menyimpang dari prinsip-prinsip awal yang mereka dirikan dan mereka perjuangkan dengan nyawa, darah, dan penderitaan selama bertahun-tahun di balik jeruji besi, sampai akhirnya berujung pada fenomena yang saat ini kita saksikan bersama, yaitu kenistaan dan penggelandangan yang selanjutnya tidak mendatangkan manfaat apapun! Hingga akhirnya logo resmi yang mereka usung selama hampir seabad dan tertera padanya kalimat “wa a’idduu”(dan siapkanlah) bersanding dengan dua bilah pedang menyilang, kini hanya tinggal gambar di atas kertas!

Bahkan mereka kini telah menukar esensinya. IM seakan ‘mengirim’ segenap jiwa dan para pendukungnya yang terperdaya ke penjara-penjara dan kematian di jalanan-jalanan, baik secara berkelompok maupun sendiri-sendiri, di bawah slogan-slogan omong kosong semisal: “Dada kami telanjang, namun penuh keimanan” atau “Perdamaian kami lebih kuat dari peluru mereka”, sambil berbaris di bawah panji as-silmiyyah (perdamaian) terkutuk! Secara keagamaan, tiada kemuliaan yang mereka raih. Dan secara keduniaan, tiada kekuasaan yang mereka gapai. Kehinaan dan ketiadaan al-bashirah (wawasan/pengetahuan/kecerdasa) yang mendera mereka menjadi contoh tiada bandingannya. Dapat dikatakan, tidak ada kelompok yang lebih pandir daripada IM. Ketergelinciran yang mereka terima tidak terjadi secara sekaligus, bahkan berlangsung pasca rangkaian panjang sikap tanazul (kompromi) dan bermesraan (mudahanah).

Tak ubahnya seekor singa yang memburu lembu gemuk, namun akhirnya mangsanya tidak dapat dinikmati. Ternyata ada banyak lagi kafilah para penjilat dan orang-orang frustasi yang membuntuti mereka menempuh jalan-jalan pengkhianatan. Hamas adalah salah satu contoh buruk nan destruktif. Kelompok yang selama ini diandalkan kaum muslimin dan sanggup membuat para petinggi dan rakyat Negara Yahudi bertekuk lutut dan merasakan kematian. Namun hari ini, Hamas berubah menjadi ‘raksasa kertas’, bahkan senjata yang tadinya diarahkan ke dada musuh-musuhnya, kini mengarah ke leher-leher umat Islam, menghalang-halangi orang-orang beriman dari jalan Allah dan menghendakinya menjadi bengkok. Semua ini tiada lain adalah akibat dari melangkah di jalan untuk menyenangkan kekuatan-kekuatan yang mengintimidasi serta merasa nyaman dengan konsep win-win solution (solusi menguntungkan dua belah pihak) dan metode berdialog dengan musuh! Lalu di tengah jalan, dengan semua ini, mereka sejatinya tidak akan pernah bisa untuk mendapatkan simpati musuh dan tidak akan mampu menggalang pujian dari orang-orang tulus. Kita berlindung kepada Allah dari tindakan pengkhianatan.
Menapaktilasi IM, dengan langkah cepat, hari ini kelompok Al-Qaidah pimpinan Sang Hakimul Ummah DR. Aiman Azh-Zhawahiri membuat kemajuan pesat dalam kehinaan. Di langit kini telah muncul tanda-tanda keruntuhan Al-Qaidah akibat perangkap yang sebelumnya telah menjerat IM. Saat ini kita mulai melihat berbagai tanda penyimpangan berbahaya dalam manhaj Al-Qaidah, kelompok yang sebelumnya begitu mengguncang seluruh dunia!
Dengan melihat sekilas prinsip-prinsip yang digoreskan Azh-Zhawahiri dalam amal jihad, seseorang dapat dengan cepat menyimpulkan bahwa semua prinsip dan implementasinya di lapangan realita ini, seiring dengan waktu yang berjalan, mengubah kebijakan Al-Qaidah dari masa “membawa hulu ledak di medan-medan tempur dan konflik” menuju masa “membawa spanduk dan poster di arena demonstrasi”! Hal ini sungguh nampak jelas, kerangka berbahaya yang diciptakan Azh-Zhawahiri bagi amaliyah-amaliyah jihad adalah permulaan untuk melucuti senjata secara menyeluruh seiring berjalannya waktu. Kerangka dan panduan yang meniscayakan untuk mengorbankan keputusan demi keputusan demi menambal seluruh celah yang ada. Sejatinya, keputusan-keputusan tersebut tiada lain merupakan jurang dalam bagi ketergelinciran dan kejatuhan di berbagai puncak alienasi (pengasingan) total dari operasi jihad bersenjata. Pernyataan demikian bukan hal yang berlebihan atau sekadang menakut-nakuti.
Hari ini kita menyaksikan tanda-tanda penyimpangan dan keruntuhan mengerikan dari proyek Al-Qaidah dan kerusakan manhajnya. Gambaran-gambaran paling gamblang dari penyimpangan ini terdapat dalam pernyataan-pernyataan penuh kecaman dan celaan yang dikeluarkan cabang-cabang Al-Qaidah dalam mengomentari tindak-tanduk Daulah Islam, yang sejatinya adalah tindakan-tindakan mulia bersumber dari inti perkara-perkara agama. Padahal tindakan-tindakan tersebut merupakan bagian dari prinsip-prinsip Al-Qaidah yang ditetapkan pada masa silam, namun hari ini Al-Qaidah dengan segenap jenjangnya jutru berlepas diri dari semua prinsip tersebut!
Dimulai dengan komentar kejinya terhadap deklarasi Khilafah Islamiyah, ketika mereka menyatakan, “Sesungguhnya deklarasi imarah-imarah dan negara-negara Islam di zaman sekarang yang dikuasai kekuatan-kekuatan hebat dan tunduk pada hegemoni Amerika Serikat (AS) adalah salah satu bentuk tindakan sia-sia!” Perhatikan bagaimana Al-Qaidah pimpinan Azh-Zhawahiri memandang perbuatan berdasarkan syariat Islam sebagai salah satu bentuk kesia-siaan. Orang berakal tidak akan ragu lagi bahwa pernyataan seperti ini tidak akan pernah terucapkan melainkan dari mulut orang yang kalah, bermulut besar, bimbang, dan tidak memercayai janji Allah. Dia tidak layak untuk menyemat titel perjuangan. Sepantasnya bagi dirinya bergulat dengan kotak-kotak suara dan ruangan-ruangan pemilihan umum!
Kenistaan dan dekadensi metodologi yang dialami Al-Qaidah tidak hanya sampai di situ saja, bahkan saat ini telah mencapai batasan yang sulit untuk diterima. Tidak ada bukti paling baik selain sikap Al-Qaidah Yaman yang merilis pernyataan berlepas diri dan mengecam perang penuh berkah yang dilancarkan Daulah Islam ke ‘masjid-masjid’ dhirar milik Syiah Rafidhah. Padahal kuil-kuil tersebut menjadi pusat-pusat komando dan markas-markas bagi operasi-operasi militer yang menargetkan kelompok Ahlussunnah di Yaman. Pertempuran tersebut juga telah memanen banyak pemimpin kekafiran dari golongan Syiah Hautsi, juga menewaskan utusan khusus Hizbullata Lebanon dalam serangan khusus yang melumpuhkan orang-orang Rafidhah, dalam satu serangan mematikan. Argumentasi Al-Qaidah Yaman dalam sikap berlepas diri mereka lebih keji dari sikap berlepas diri itu sendiri. Mereka beralasan bahwa tindakan berperang seperti itu menyelisihi prinsip-prnsip Azh-Zhawahiri yang lebih mereka utamakan dari syariat Allah.
Pun demikian dengan kecaman mereka terhadap penggorakan tentara murtad Yaman yang dilakukan tentara Khilafah, dengan alasan bahwa penggorokan dapat merusak citra amal jihad –menurut klaim mereka. Padahal mereka mengetahui secara pasti bahwa sunnah penyembelihan telah dicontohkan Nabi MuhammadShallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang dulu berteriak lantang kepada kaum kafir Quraisy, “Demi Allah wahai bangsa Quraisy sekalian, sungguh aku benar-benar datang untuk menyembelih kalian.”Sembari berulang kali mengisyaratkan tangan ke leher beliau, sebagai bentukkinayah (majaz metonimia) untuk memotong leher mereka.

Begitu pula dengan tindakan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu yang menyembelih Abu Jahal, dan Nabi Muhammad tidak mengecam tindakan tersebut. Bahkan perbuatan tersebut merupakan manhaj yang diamalkan pada masa petinggi Al-Qaidah Irak “Pemimpin Para Pemenggal” Syaikh Abu Mush’ab Az-ZarqawiRahimahullahu. Pada masa silam, mereka begitu menyanjung tindakan-tindakan yang dilakoni Syaikh Az-Zarqawi, namun hari ini mereka mencelanya sebagai bentuk penghormatan terhadap pandangan Azh-Zhawahiri. Di antara salah satu bentuk tanazul mengerikan dan penyimpangan mengejutkan dalam manhaj Al-Qaidah terwujud dalam peristiwa akhir-akhir ini berupa keburukan-keburukan yang dilakukan cabang Al-Qaidah di Syam (baca: Jabhah Nushrah). Kelompok Al-Qaidah Syam menapaktilasi langkah-langkah lebar dalam perubahan manhaj yang dulu diletakkan oleh Al-Qaiah. Bahkan kondisinya sampai pada tingkatan berafiliasi dan bekerjasa dengan orang-orang musyrik untuk memerangi kaum muslimin, dan sampai pada kondisi yang sangat buruk dan luar biasa keji. Hal inilah yang kami wanti-wanti dan kami khawatirkan.

Kapankah terjadi hal yang aku harapkan dan nantikan
Namun hal yang aku khawatirkan malah menjadi kenyataan

Banyak pengamat merasa keheranan atas diamnya sejumlah tokoh lama Al-Qaidah yang kita kenal kokoh memegang teguh manhaj dan sangat konsisten menjaga prinsip-prinsip, atas pergeseran besar yang menimpa jamaah mereka. Para pengamat juga merasa heran atas sikap sepihak yang diambil para komandan terhadap Sang Hakimul Ummah, dan sikap provokasi mereka kepadanya, sehingga mendorong Sang Hakimul Ummah untuk melanggar berbagai prinsip, mengubah jalan, dan menganulir manhaj mereka. Sebuah keheranan yang sangat wajar. Tidak ada seorang pun yang dapat mengira betapa mudahnya seorang Nashir Al-Wuhaisyi, Qasim Ar-Raymi, Ar-Rubaisy, Abdul Wadud, dan lain sebagainya, bergeser dari prinsip-prinsip mereka. Sedangkan orang yang mengetahui sejarah menyadari bahwa inilah kesudahan orang yang berlebihan mencintai para ikon hidup, melebihi kecintaan kepada prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang sebelumnya telah ditetapkan para pendiri jamaahnya.
Sampai pada sikap bahwa penyimpangan prinsip dianggap sedikit lebih mudah daripada harus mendengarkan kata-kata celaan atau bisikan kritik terhadap ikon yang sudah mereka tahbiskan sebagai sandaran hati dan obyek penghormatan. Sikap kultus tersebut membutakan mereka untuk bisa melihat penyimpangan menakutkan yang terjadi pada manhaj jamaah mereka, akibat efek silau dari sang ikon. Dan barangkali sebagian orang mempunyai kebencian terhadap sejumlah keputusan yang di dalamnya tercium aroma perubahan.
Namun sejarah sepertinya harus dipaksa keras untuk mengupayakan menjustifikasi keputusan-keputusan tersebut melalui argumen-argumen konyol demi menambal kekeliruan sang pemimpin. Sedangkan dia melakukan hal tersebut untuk membebaskan diri dari pengaruh penyesalan yang menghantuinya akibat kemungkaran-kemungkaran yang terjadi. Lambat laun, mereka akan menikmati perubahan tersebut, hingga mereka tampil sebagai propagandis paling keras dan militan. Mereka tidak akan pernah menyadari kesalahan besar yang terjadi, kecuali jika mereka mau melepaskan diri dari belenggu kultus atau jika terjadi malapetakan yang menyadarkan mereka dari kesalahan mereka, sehingga mereka dapat melihat dengan mata kepala mereka sendiri betapa hebatnya kesesatan dan penyimpangan yang terjadi pada jamaah mereka.
Akan tetapi pada segenap hati tersebut terdapat tutupan
Sehingga semuanya tak dapat memenuhi panggilan

Sekitar satu dekade silam, saya pernah utarakan perkataan dalam suatu perdebatan bersama salah seorang petinggi terkemuka jamaah Al-Qaidah pimpinan Syaikh Usamah bin Ladin yang tewas di Negeri Dua Kota Suci (Bilad Al-Haramain) –semoga Allah menerima mereka— dalam sebuah percakapan kami mengenai interaksi negara Qatar dengan kafilah mujahidin yang baru kembali dari Afghanistan pada masa invasi AS. Saya katakan kepada sang komandan, “Sesungguhnya interaksi luar biasa Qatar dengan mujahidin yang baru pulang; sampai-sampai Qatar tidak melakukan investigasi dan resistensi kepada mereka, padahal saluran televisi Aljazeera tiada hentinya menyiarkan data dan menayangkan amaliyah-amaliyah Al-Qaidah, merupakan persoalan yang layak untuk diperhatikan. Sebuah persoalan yang mengindikasikan niatan pemerintah Qatar untuk melakukan penetrasi ke dalam barisan Al-Qaidah, dengan penetrasi lunak demi meraih simpati jamaah Al-Qaidah. Kemudian, Qatar akan melakukan deradikalisasi dari dalam dan merestrukturisasi dengan menciptakan kerangka baru. Sehingga kemudian membuat Al-Qaidah nampak seperti singa yang tak bertaring dan tak bercakar, namun masih tetap menampilkan citra seekor singa. Namun sejatinya, singa tersebut kehilangan wibawa dan kekuatan yang seharusnya dimiliki seekor singa. Sehingga menjadi raga tanpa jiwa, dan baik pihak yang kuat ataupun yang lemah tidak takut lagi akan kekuatannya.”
Hari ini kita menyaksikan sedikit-banyak apa yang telah saya katakan kepada rekan saya –semoga Allah menerima amalannya— telah terbukti. Kendati saat itu rekan saya menyatakan bahwa hal itu mustahil terjadi, dan menganggapnya sebagai sebuah intimidasi dan jauh dari kenyataan! Kenyataannya, pernyataan saya tadi bukanlah isapan jempol, namun berdasarkan telaah sejarah dan analisa perkembangan peristiwa harian. Saya meyakini bahwa secara teoritis, para petinggi Al-Qaidah memahami betul ketentuan demikian. Bahkan mereka lebih memahami dan mengetahuinya dari kita semua. Hanya saja, mereka tidak bisa membayangkannya, karena mereka telah terjerumus ke dalam malapetaka tersebut. Kaki mereka terjerembab ke dalam lumpur hingga tenggelam sedalam lutut, bahkan sampai setinggi kerongkongan. Ya Rabbi!
Seperti burung elang mungil yang bulunya berguguran, setiap burung lain terbang ia gulana
Masa ketika di Riyadh sangatlah senang, ia bisa bebas berburu makanan sekehendaknya
Hingga akhirnya sakitnya jadi bencana, kedua sayapnya telanjang terbuka

Di antara tipu saya Iblis yang paling dahsyat mendera adalah ketika mereka memandang diri mereka sebagai kaum wasath (moderat/pertengahan) antara kelompok ghuluw (ekstrim) dan Murjiah (longgar/menggampangkan). Mereka mendeskripsikan bahwa kaum ghuluw adalah orang-oang yang kokoh berpegang teguh kepada sunnah dan mengamalkan Al-Quran dengan kekuatan (baca: tentara Khilafah). Dan mereka menggambarkan bahwa Murjiah adalah para ulama penguasa dan siapa saja yang bersama mereka. Sedangkan orang-orang menyimpang dari kalangan IM mereka gambarkan sebagai “saudara se-manhaj dan teman seperjalanan”. Inilah yang membuat mereka buta tak dapat melihat kondisi mereka sebenarnya; terjerumus ke dalam penyimpangan dan keruntuhan. Sementara itu, nalar buntu mereka menginformasikan bahwa yang namanya penyimpangan terjadi secara sekaligus dalam waktu sehari semalam. Inilah sumber penderitaan dan kawasan bencana.

Mereka berjalan dalam iring-iringan pawai orang-orang payah
Mereka buta tak dapat melihat jalan penuh hidayah

Agar pembaca bisa mengamini kebenaran pernyataan di dalam tulisan ini, perhatikanlah dengan seksama perbuatan dan perkataan Azh-Zhawahiri, maka takkan ragu lagi akan ditemukan banyak kejanggalan. Nalar Azh-Zhawahiri telah didominasi ‘celupan’ Ikhwani. Di dalam darahnya mengalir kecintaan kepada bangsa (nasionalisme), sehingga dia lebih mengutamakannya ketimbang keridhaan Allah Jalla wa ‘Ala –baik disadarinya maupun tidak. Dialah menjadikan Mursi yang sudah tak diragukan lagi kemurtadannya sebagai sebagai salah seorang saudara se-manhajnya. Bahkan Azh-Zhawahiri mendoakannya seolah-olah seperti Imam Ahmad bin Hanbal. Dia mendoakan Mursi agar senantiasa teguh dan lapang dada!!!

Kemudian nampak jelas sekali –diprediksi tentang masa depan Al-Qaidah dan transformasinya menjadi sebuah partai politik atau mungkin saat ini ia sedang dalam metamorfosa mendirikan partai politik, sebagaimana dilakukan IM, Hamas, dan Hizbullata. Kita menyaksikan dan mendengar prediksi tersebut dari bagaimana Azh-Zhawahiri mengonsumsi setiap peristiwa dan realita yang ada, lalu betapa berlebihannya dia menyambut revolusi-revolusi di Dunia Arab yang dinamakan The Arab Spring (Musim Semi Dunia Arab/Kebangkitan Dunia Arab). Sehingga dia terkagum-kagum terhadap ‘panggilan-panggilan jalanan’ (demonstrasi) sampai pada tingkatan berharap untuk bisa tampil di barisan terdepan di alun-alun di setiap revolusi damai melawan kelaliman dan tirani penguasa.
Sebagaimana Azh-Zhawahiri sangat membanggakan dirinya yang menjadi salah satu partisipan pertama dalam berbagai demonstrasi di Alun-alun Tahrir Kairo pada 1971. Demikian pula dia melancarkan seruan tercelanya untuk memobilisasi massa dalam kampanye demonstrasi rakyat demi mengamandemen salah satu materi undang-undang (UU) negara Mesir! Begitu juga, Azh-Zhawahiri memperlihatkan kepada kita bagaimana metode yang layak untuk dijadikan bentuk balas dendam kepada Gereja Kristen Koptik Mesir yang telah melakukan tindakan sewenang-wenang kepada saudari kita Camellia Shehata (mualaf) dan saudari-saudarinya. Yaitu berupaya terlebih dulu menjatuhkan rezim, lalu kemudian kita membentuk peradilan-peradilan untuk mengadili para kriminal atas tindakan-tindakan keji mereka! Dan kita pun tidak tahu apakah Azh-Zhawahiri dapat melakukannya, sementara dia menganggap kaum Kristen Koptik Mesir sebagai “rekan sebangsa”?!! Dan masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan Sang Hakimul-Ummah DR. Aiman Azh-Zhawahiri.
Demi Allah, wahai para pencari kebenaran, bagaimana semua ini –dan saya keberatan untuk menuliskan seluruh penyimpangan yang terjadi, khawatir bertele-tele dalam menjelaskan—tidak dinamakan sebagai suatu ketergelinciran dan penyimpangan; dari puncak tertinggi jihad dan istisyhad (mencari kesyahidan) terjun bebas ke jurang perdamaian dan defeatisme (paham kalah sebelum berjuang)?!
Demi Allah Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sejatinya persoalan ini nampak lebih buruk dari yang dapat dibayangkan dan dijelaskan. Tidak ada orang yang bisa berpura-pura buta tak melihat akibat dari tindakan memalukan, selain orang yang kurang akal, minim kecerdasan (bashirah), dan ternoda fitrahnya (watak/jiwa)!
Menurut analisa saya, penyimpangan yang mendera Al-Qaidah akan mencapai klimaksnya sebagaimana terjadi pada IM, seandainya tidak memiliki proyek yang konsisten, jelas, dan integral dalam segenap pilarnya. Sebuah proyek yang meniscayakan keberanian menarik permadani empuk dari orang-orang lemah tadi. Dan keberadaan Daulah Islam –sebagai pemilik proyek ideal—tergolong sebagai katup aman dan niscaya takkan menggelincirkan mayoritas umat yang masih berpegang teguh kepada Al-Qaidah ke kubangan kenistaan. Hal inilah yang membuat saya meyakini bahwa Al-Qaidah senantiasa berjalan beriringan demi kebaikan Daulah Islam sebagaimana adanya.
Kelak akan banyak pendukung dan segelintir petinggi Al-Qaidah yang akan tersadar dari mabuk kultus, setelah didera pecut penyimpangan-penyimpangan buruk yang nanti akan mereka sadari selepas terjadinya kontradiksi-kontradiksi antara idealisme keyakinan mereka dengan proses usaha yang mereka lakoni di dunia nyata. Mereka kelak akan benar-benar menyadari kekeliruan yang dilakukan para qiyadah (petinggi) mereka. Sehingga kemudian mereka akan lompat keluar dari bahtera Al-Qaidah yang menurut banyak data realita telah tenggelam di samudera kesia-siaan, labirin membingungkan, dan kepunahan. Itulah salah satu tanda dari segenap tanda sunnatullah. Allah berfirman,“Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi.” (Ar-Ra’d: 17) Dalam waktu dekat, nampaknya seluruh dunia akan menyaksikan –dengan izin Allah— hal itu. ‘Tongkat’ Daulah Islamiyah akan mengalahkan seluruh magis neo-Al-Qaidah pimpinan Azh-Zhawahiri dan siapa saja yang loyalitas kepadanya dari kalangan orang-orang kalah.

Tatkala Musa datang dan tongkat pun dilempar
Maka lenyaplah sihir dan tukang sihir

Penulis
Abul-Baraa Ash-Sha’iqi
Rabu, 17 Rajab 1436 H

0 komentar:

Posting Komentar