Standard
Al-Jabhah Al-I’lamiyyah li Nushrah Ad-Daulah Al-Islamiyyah
(Front Media Pembela Daulah Islam)
(Front Media Pembela Daulah Islam)
Mu`assasah Al-Battar
(Al-Battar Media)
(Al-Battar Media)
Penulis: Abul-Baraa Ash-Sha’iqi
Alih Bahasa: Abana Ghaida
Mempersembahkan :
Al-Qaidah Menapaktilasi Ikhwanul Muslimin:
Dari Bawa Peledak Hingga ke Menenteng Spanduk
Segala puji
bagi Allah Rabb semesta alam. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan
kepada nabi dan rasul mulia, serta kepada para keluarga dan sahabat semuanya.
Amma ba’du:
Saya tidak
meragukan, banyak orang yang membaca judul tulisanku ini akan mengira bahwa
saya terlalu berlebihan, atau mencoba melakukan intimidasi, dan melakukan
kesembronoan tanpa pikir panjang. Bahkan prasangka buruk telah naik sampai
tingkatan bahwa saya diklasifikasikan ke dalam barisan orang-orang yang gemar
membuat huru-hara dan pemantik kerusuhan! Padahal persoalannya sama sekali
tidak seperti itu. Namun sesungguhnya, saya pun tidak akan mencela siapa saja
yang berprasangka buruk seperti itu, disebabkan hanya sekadar membaca judulnya
saja tanpa menelaah seisi tulisan di dalam artikel. Oleh sebab itu, saya
mengimbau semuanya agar membaca tulisan saya sampai selesai secara seksama dan
teliti, dengan nalar yang bijak, dan dengan hati nurani yang bersih dari
pengaruh purbasangka.
Saya meyakini
secara pasti bahwa orang yang membaca dengan seksama pada akhirnya akan sampai
pada suatu keyakinan atau setidaknya penilaian yang tidak keluar dari inti
tulisan di dalam artikel saya, dan ini menjadi salah satu indikator dari
keyakinan diri. Para pembaca, mohon sejenak saja berikan nalar kalian untuk
membaca tulisanku, karena dengan izin Allah tidak akan sampai melenyapkan
kebaikan.
Aku mendatangi kalian berbekal derasnya kenyataan
Dan sengitnya keadaan melalui keniscayaan pengetahuan
Dan sengitnya keadaan melalui keniscayaan pengetahuan
Ketahuilah
bahwa sejarah tidak akan pernah berdusta selamanya. Sunnatullah (ketentuan
Allah) berlaku langgeng dan sekali-kali tidak akan ada perubahan dan
pergantian. Alur segenap hari takkan berubah pada permulaan dan penghujungnya,
kendati detil dan bilangannya berbeda-beda. Di antara salah satu ketentuan dan
fenomena sejarah yang terjadi: Siapa saja yang mengayunkan satu langkah di
jalur perdamaian dengan musuh-musuhnya, maka kedua kakinya akan tergelincir,
hingga akhirnya menyimpang dari kondisi awalnya secara total. Sekali seseorang
terjatuh ke dalam kubangan kenistaan, maka selanjutnya dia akan terjatuh
berulang-ulang kali. Sebagaimana dikatakan: “Barangsiapa yang memandang remeh
pandangan pertama, niscaya dia terjerumus ke dalam zina.” Sesungguhnya nasib
orang yang mendera agamanya dengan kehinaan, meski hanya setitik saja, maka
kondisinya sangat terang-benderang tak ubahnya terang matahari di siang bolong.
Oleh karena itu, melalui Al-Quran, Allah Subhanahu wa Ta’ala berkali-kali
memperingatkan Nabi MuhammadShallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan
umatnya tentang bahaya mengikuti langkah setan. Allah menegaskan betapa
dahsyatnya bahaya condong kepada musuh-musuhnya, walau hanya memandang sekilas
saja. Allah mengancam orang yang condong dan ‘menjilat’ musuh dengan kerugian
dan kesengsaraan di dunia dan akhirat. Allah berfirman,
وَإِن
كَادُواْ لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ لِتفْتَرِيَ
عَلَيْنَا غَيْرَهُ وَإِذاً لاَّتَّخَذُوكَ خَلِيلاً * وَلَوْلاَ أَن ثَبَّتْنَاكَ
لَقَدْ كِدتَّ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئاً قَلِيلاً * إِذاً لَّأَذَقْنَاكَ
ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لاَ تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيراً
“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah
Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap
Kami; dan kalau sudah begitu tentu|ah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang
setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati)mu, niscaya kamu hampir-hampir
condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan
rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula
siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang
penolongpun terhadap Kami.“ (Al-Israa`: 73-75)
Allah juga
menegaskan,
وَلَا
تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسّكُمْ النَّار
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang
menyebabkan kamu disentuh api neraka.” (Huud:
113)
فَاصْبِرْ
لِحُكْمِ رَبِّكَ وَلَا تُطِعْ مِنْهُمْ آثِماً أَوْ كَفُوراً
“Maka bersabarlah kamu untuk (melaksanakan) ketetapan Tuhanmu, dan
janganlah kamu ikuti orang yang berdosa dan orang yang kafir di antar mereka.” (Al-Insaan: 24)
Dan masih
banyak lagi ayat lainnya yang memperingatkan kita untuk tidak meniti jalan
tersebut dan mewanti-wanti kita akan dampak buruk yang ditimbulkannya bagi
agama dan keduniaan seseorang.
Saya
mendapatkan pernyataan berharga dari Sayyid Quthb, yang layak untuk ditulis
dengan tinta emas karena sangat bernilai. Kalau saja tidak khawatir untuk
bertele-tele dalam menjelaskan, niscaya akan saya tulis semuanya. Namun saya
akan paparkan sebagian saja.
Sayyid Quthb mengatakan, “Ia merupakan sebuah kenyataan besar
yang mesti disadari dan dijalani para pionir jalan (kebenaran) ini. Berbagai
upaya telah dikerahkan kaum musyrikin bersama Rasulullah dalam rangka melakukan
bargaining (negosiasi) dalam dakwah. Namun Allah menjauhkan beliau dari
berbagai upaya yang sejatinya senantiasa dilakukan para penguasa terhadap para
da’i, yaitu membujuk mereka agar mau sejenak melupakan penegakan dan soliditas
dakwah, mau mengambil solusi alternatif yang ditawarkan mereka, dengan
kompensasi sejumlah harta benda.
Dari sekian banyak da’i, ada yang terpikat sehingga menyimpang dari
dakwahnya karena memandang bahwa persoalan tersebut adalah hal remeh. Para
penguasa tidak pernah menuntut mereka untuk meninggalkan dakwah mereka secara
total. Mereka hanya meminta revisi (perubahan) ringan sehingga kedua belah
pihak memiliki titik temu di persimpangan jalan. Kemudian setan menggiring sang
pengemban dakwah ke dalam celah tersebut, sehingga dia memiliki anggapan bahwa
kebaikan dakwah muncul ketika para penguasa mau menerimanya, walau harus
melalui tanazul (merendahkan diri/berkompromi) dari salah satu pihak.
Namun nyatanya, penyimpangan kecil yang terjadi di awal langkah ini berujung para penyimpangan hebat di akhir jalan. Si pengemban dakwah yang di awal mau berkompromi dalam hal remeh dan mengabaikan satu aspek kecil, kemudian ternyata dia tidak mempunyai sikap dalam kompromi untuk pertama kalinya. Kesiapannya untuk menerima kompromi akan semakin bertambah seiring dengan sikapnya yang semakin jauh melangkah ke belakang. Padahal persoalannya berkaitan dengan persoalan keimanan terhadap dakwah secara keseluruhan. Orang yang mau berkompromi dalam satu persoalan betapapun kecilnya dan diam mengabaikan suatu hal betapapun remehnya, maka mustahil baginya mau mengimani dakwahnya dengan sebenar-benar keimanan.
Namun nyatanya, penyimpangan kecil yang terjadi di awal langkah ini berujung para penyimpangan hebat di akhir jalan. Si pengemban dakwah yang di awal mau berkompromi dalam hal remeh dan mengabaikan satu aspek kecil, kemudian ternyata dia tidak mempunyai sikap dalam kompromi untuk pertama kalinya. Kesiapannya untuk menerima kompromi akan semakin bertambah seiring dengan sikapnya yang semakin jauh melangkah ke belakang. Padahal persoalannya berkaitan dengan persoalan keimanan terhadap dakwah secara keseluruhan. Orang yang mau berkompromi dalam satu persoalan betapapun kecilnya dan diam mengabaikan suatu hal betapapun remehnya, maka mustahil baginya mau mengimani dakwahnya dengan sebenar-benar keimanan.
Ini berarti, suatu hal sempurna telah kehilangan bagian-bagiannya,
ketika salah satu bagiannya hilang. Tak ubahnya kendaraan yang kehilangan
bagian-bagiannya, ketika ia kehilangan salah satu elemennya. Dan para penguasa
melakukan istidraj (pendekatan berangsung-angsur) kepada para pengemban dakwah.
Sekali saja menerima satu bagian, maka para da’i telah kehilangan wibawa dan
kekuatannya. Para penguasa memahami betul bahwa negosiasi yang dilakukan secara
terus-menerus dan peningkatan harga penawaran akan berujung pada penyerahan
‘transaksi’ secara keseluruhan.”
Barangsiapa bersikap merendahkan maka kenistaan mudah menghampirinya
Luka yang menimpa si mayyit takkan pernah berubah menjadi derita
Luka yang menimpa si mayyit takkan pernah berubah menjadi derita
Hal ini pun tepatnya menimpa jamaah Ikhwanul Muslimin (IM) yang
menciderai konsistensinya yang sebelumnya berdiri sangat kokoh. Yaitu tatkala
IM menerima prinsip tanazul (kompromi) untuk mengimbangi tekanan realita di
satu sisi, dan untuk ‘menyenangkan’ kekuatan-kekuatan penguasa dengan berbagai
bentuknya di sisi lain. Hal demikian mendorong mereka selangkah demi selangkah
menyimpang dari prinsip-prinsip awal yang mereka dirikan dan mereka perjuangkan
dengan nyawa, darah, dan penderitaan selama bertahun-tahun di balik jeruji
besi, sampai akhirnya berujung pada fenomena yang saat ini kita saksikan
bersama, yaitu kenistaan dan penggelandangan yang selanjutnya tidak
mendatangkan manfaat apapun! Hingga akhirnya logo resmi yang mereka usung
selama hampir seabad dan tertera padanya kalimat “wa a’idduu”(dan
siapkanlah) bersanding dengan dua bilah pedang menyilang, kini hanya tinggal
gambar di atas kertas!
Bahkan mereka kini telah menukar esensinya. IM seakan ‘mengirim’ segenap
jiwa dan para pendukungnya yang terperdaya ke penjara-penjara dan kematian di
jalanan-jalanan, baik secara berkelompok maupun sendiri-sendiri, di bawah
slogan-slogan omong kosong semisal: “Dada kami telanjang, namun penuh keimanan”
atau “Perdamaian kami lebih kuat dari peluru mereka”, sambil berbaris di bawah
panji as-silmiyyah (perdamaian) terkutuk! Secara keagamaan,
tiada kemuliaan yang mereka raih. Dan secara keduniaan, tiada kekuasaan yang
mereka gapai. Kehinaan dan ketiadaan al-bashirah (wawasan/pengetahuan/kecerdasa)
yang mendera mereka menjadi contoh tiada bandingannya. Dapat dikatakan, tidak
ada kelompok yang lebih pandir daripada IM. Ketergelinciran yang mereka terima
tidak terjadi secara sekaligus, bahkan berlangsung pasca rangkaian panjang
sikap tanazul (kompromi) dan bermesraan (mudahanah).
Tak ubahnya
seekor singa yang memburu lembu gemuk, namun akhirnya mangsanya tidak dapat
dinikmati. Ternyata ada banyak lagi kafilah para penjilat dan orang-orang
frustasi yang membuntuti mereka menempuh jalan-jalan pengkhianatan. Hamas
adalah salah satu contoh buruk nan destruktif. Kelompok yang selama ini
diandalkan kaum muslimin dan sanggup membuat para petinggi dan rakyat Negara
Yahudi bertekuk lutut dan merasakan kematian. Namun hari ini, Hamas berubah
menjadi ‘raksasa kertas’, bahkan senjata yang tadinya diarahkan ke dada
musuh-musuhnya, kini mengarah ke leher-leher umat Islam, menghalang-halangi
orang-orang beriman dari jalan Allah dan menghendakinya menjadi bengkok. Semua
ini tiada lain adalah akibat dari melangkah di jalan untuk menyenangkan
kekuatan-kekuatan yang mengintimidasi serta merasa nyaman dengan konsep win-win
solution (solusi menguntungkan dua belah pihak) dan metode berdialog dengan
musuh! Lalu di tengah jalan, dengan semua ini, mereka sejatinya tidak akan
pernah bisa untuk mendapatkan simpati musuh dan tidak akan mampu menggalang
pujian dari orang-orang tulus. Kita berlindung kepada Allah dari tindakan
pengkhianatan.
Menapaktilasi
IM, dengan langkah cepat, hari ini kelompok Al-Qaidah pimpinan Sang Hakimul
Ummah DR. Aiman Azh-Zhawahiri membuat kemajuan pesat dalam kehinaan. Di langit
kini telah muncul tanda-tanda keruntuhan Al-Qaidah akibat perangkap yang
sebelumnya telah menjerat IM. Saat ini kita mulai melihat berbagai tanda
penyimpangan berbahaya dalam manhaj Al-Qaidah, kelompok yang sebelumnya begitu
mengguncang seluruh dunia!
Dengan
melihat sekilas prinsip-prinsip yang digoreskan Azh-Zhawahiri dalam amal jihad,
seseorang dapat dengan cepat menyimpulkan bahwa semua prinsip dan
implementasinya di lapangan realita ini, seiring dengan waktu yang berjalan,
mengubah kebijakan Al-Qaidah dari masa “membawa hulu ledak di medan-medan
tempur dan konflik” menuju masa “membawa spanduk dan poster di arena
demonstrasi”! Hal ini sungguh nampak jelas, kerangka berbahaya yang diciptakan
Azh-Zhawahiri bagi amaliyah-amaliyah jihad adalah permulaan untuk melucuti
senjata secara menyeluruh seiring berjalannya waktu. Kerangka dan panduan yang
meniscayakan untuk mengorbankan keputusan demi keputusan demi menambal seluruh
celah yang ada. Sejatinya, keputusan-keputusan tersebut tiada lain merupakan
jurang dalam bagi ketergelinciran dan kejatuhan di berbagai puncak alienasi
(pengasingan) total dari operasi jihad bersenjata. Pernyataan demikian bukan hal
yang berlebihan atau sekadang menakut-nakuti.
Hari ini kita
menyaksikan tanda-tanda penyimpangan dan keruntuhan mengerikan dari proyek
Al-Qaidah dan kerusakan manhajnya. Gambaran-gambaran paling gamblang dari
penyimpangan ini terdapat dalam pernyataan-pernyataan penuh kecaman dan celaan
yang dikeluarkan cabang-cabang Al-Qaidah dalam mengomentari tindak-tanduk
Daulah Islam, yang sejatinya adalah tindakan-tindakan mulia bersumber dari inti
perkara-perkara agama. Padahal tindakan-tindakan tersebut merupakan bagian dari
prinsip-prinsip Al-Qaidah yang ditetapkan pada masa silam, namun hari ini
Al-Qaidah dengan segenap jenjangnya jutru berlepas diri dari semua prinsip
tersebut!
Dimulai
dengan komentar kejinya terhadap deklarasi Khilafah Islamiyah, ketika mereka menyatakan,
“Sesungguhnya deklarasi imarah-imarah dan negara-negara Islam di zaman sekarang
yang dikuasai kekuatan-kekuatan hebat dan tunduk pada hegemoni Amerika Serikat
(AS) adalah salah satu bentuk tindakan sia-sia!” Perhatikan bagaimana Al-Qaidah
pimpinan Azh-Zhawahiri memandang perbuatan berdasarkan syariat Islam sebagai
salah satu bentuk kesia-siaan. Orang berakal tidak akan ragu lagi bahwa
pernyataan seperti ini tidak akan pernah terucapkan melainkan dari mulut orang
yang kalah, bermulut besar, bimbang, dan tidak memercayai janji Allah. Dia
tidak layak untuk menyemat titel perjuangan. Sepantasnya bagi dirinya bergulat
dengan kotak-kotak suara dan ruangan-ruangan pemilihan umum!
Kenistaan dan
dekadensi metodologi yang dialami Al-Qaidah tidak hanya sampai di situ saja,
bahkan saat ini telah mencapai batasan yang sulit untuk diterima. Tidak ada
bukti paling baik selain sikap Al-Qaidah Yaman yang merilis pernyataan berlepas
diri dan mengecam perang penuh berkah yang dilancarkan Daulah Islam ke
‘masjid-masjid’ dhirar milik Syiah Rafidhah. Padahal kuil-kuil tersebut menjadi
pusat-pusat komando dan markas-markas bagi operasi-operasi militer yang
menargetkan kelompok Ahlussunnah di Yaman. Pertempuran tersebut juga telah
memanen banyak pemimpin kekafiran dari golongan Syiah Hautsi, juga menewaskan
utusan khusus Hizbullata Lebanon dalam serangan khusus yang melumpuhkan
orang-orang Rafidhah, dalam satu serangan mematikan. Argumentasi Al-Qaidah
Yaman dalam sikap berlepas diri mereka lebih keji dari sikap berlepas diri itu
sendiri. Mereka beralasan bahwa tindakan berperang seperti itu menyelisihi
prinsip-prnsip Azh-Zhawahiri yang lebih mereka utamakan dari syariat Allah.
Pun demikian dengan kecaman mereka terhadap penggorakan tentara murtad
Yaman yang dilakukan tentara Khilafah, dengan alasan bahwa penggorokan dapat
merusak citra amal jihad –menurut klaim mereka. Padahal mereka mengetahui
secara pasti bahwa sunnah penyembelihan telah dicontohkan Nabi MuhammadShallallahu
‘Alaihi wa Sallam yang dulu berteriak lantang kepada kaum kafir
Quraisy, “Demi Allah wahai bangsa Quraisy sekalian, sungguh aku
benar-benar datang untuk menyembelih kalian.”Sembari berulang kali
mengisyaratkan tangan ke leher beliau, sebagai bentukkinayah (majaz
metonimia) untuk memotong leher mereka.
Begitu pula dengan tindakan Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu yang
menyembelih Abu Jahal, dan Nabi Muhammad tidak mengecam tindakan tersebut.
Bahkan perbuatan tersebut merupakan manhaj yang diamalkan pada masa petinggi
Al-Qaidah Irak “Pemimpin Para Pemenggal” Syaikh Abu Mush’ab Az-ZarqawiRahimahullahu.
Pada masa silam, mereka begitu menyanjung tindakan-tindakan yang dilakoni
Syaikh Az-Zarqawi, namun hari ini mereka mencelanya sebagai bentuk penghormatan
terhadap pandangan Azh-Zhawahiri. Di antara salah satu bentuk tanazul
mengerikan dan penyimpangan mengejutkan dalam manhaj Al-Qaidah terwujud dalam
peristiwa akhir-akhir ini berupa keburukan-keburukan yang dilakukan cabang
Al-Qaidah di Syam (baca: Jabhah Nushrah). Kelompok Al-Qaidah Syam menapaktilasi
langkah-langkah lebar dalam perubahan manhaj yang dulu diletakkan oleh
Al-Qaiah. Bahkan kondisinya sampai pada tingkatan berafiliasi dan bekerjasa
dengan orang-orang musyrik untuk memerangi kaum muslimin, dan sampai pada
kondisi yang sangat buruk dan luar biasa keji. Hal inilah yang kami wanti-wanti
dan kami khawatirkan.
Kapankah terjadi hal yang aku harapkan dan nantikan
Namun hal yang aku khawatirkan malah menjadi kenyataan
Banyak
pengamat merasa keheranan atas diamnya sejumlah tokoh lama Al-Qaidah yang kita
kenal kokoh memegang teguh manhaj dan sangat konsisten menjaga prinsip-prinsip,
atas pergeseran besar yang menimpa jamaah mereka. Para pengamat juga merasa
heran atas sikap sepihak yang diambil para komandan terhadap Sang Hakimul
Ummah, dan sikap provokasi mereka kepadanya, sehingga mendorong Sang Hakimul
Ummah untuk melanggar berbagai prinsip, mengubah jalan, dan menganulir manhaj
mereka. Sebuah keheranan yang sangat wajar. Tidak ada seorang pun yang dapat
mengira betapa mudahnya seorang Nashir Al-Wuhaisyi, Qasim Ar-Raymi, Ar-Rubaisy,
Abdul Wadud, dan lain sebagainya, bergeser dari prinsip-prinsip mereka.
Sedangkan orang yang mengetahui sejarah menyadari bahwa inilah kesudahan orang
yang berlebihan mencintai para ikon hidup, melebihi kecintaan kepada prinsip-prinsip
dan nilai-nilai yang sebelumnya telah ditetapkan para pendiri jamaahnya.
Sampai pada
sikap bahwa penyimpangan prinsip dianggap sedikit lebih mudah daripada harus
mendengarkan kata-kata celaan atau bisikan kritik terhadap ikon yang sudah
mereka tahbiskan sebagai sandaran hati dan obyek penghormatan. Sikap kultus
tersebut membutakan mereka untuk bisa melihat penyimpangan menakutkan yang
terjadi pada manhaj jamaah mereka, akibat efek silau dari sang ikon. Dan
barangkali sebagian orang mempunyai kebencian terhadap sejumlah keputusan yang
di dalamnya tercium aroma perubahan.
Namun sejarah
sepertinya harus dipaksa keras untuk mengupayakan menjustifikasi
keputusan-keputusan tersebut melalui argumen-argumen konyol demi menambal
kekeliruan sang pemimpin. Sedangkan dia melakukan hal tersebut untuk
membebaskan diri dari pengaruh penyesalan yang menghantuinya akibat
kemungkaran-kemungkaran yang terjadi. Lambat laun, mereka akan menikmati
perubahan tersebut, hingga mereka tampil sebagai propagandis paling keras dan
militan. Mereka tidak akan pernah menyadari kesalahan besar yang terjadi,
kecuali jika mereka mau melepaskan diri dari belenggu kultus atau jika terjadi
malapetakan yang menyadarkan mereka dari kesalahan mereka, sehingga mereka
dapat melihat dengan mata kepala mereka sendiri betapa hebatnya kesesatan dan
penyimpangan yang terjadi pada jamaah mereka.
Akan tetapi pada segenap hati tersebut terdapat tutupan
Sehingga semuanya tak dapat memenuhi panggilan
Sekitar satu
dekade silam, saya pernah utarakan perkataan dalam suatu perdebatan bersama
salah seorang petinggi terkemuka jamaah Al-Qaidah pimpinan Syaikh Usamah bin
Ladin yang tewas di Negeri Dua Kota Suci (Bilad Al-Haramain) –semoga Allah
menerima mereka— dalam sebuah percakapan kami mengenai interaksi negara Qatar
dengan kafilah mujahidin yang baru kembali dari Afghanistan pada masa invasi
AS. Saya katakan kepada sang komandan, “Sesungguhnya interaksi luar biasa Qatar
dengan mujahidin yang baru pulang; sampai-sampai Qatar tidak melakukan
investigasi dan resistensi kepada mereka, padahal saluran televisi Aljazeera
tiada hentinya menyiarkan data dan menayangkan amaliyah-amaliyah Al-Qaidah,
merupakan persoalan yang layak untuk diperhatikan. Sebuah persoalan yang
mengindikasikan niatan pemerintah Qatar untuk melakukan penetrasi ke dalam
barisan Al-Qaidah, dengan penetrasi lunak demi meraih simpati jamaah Al-Qaidah.
Kemudian, Qatar akan melakukan deradikalisasi dari dalam dan merestrukturisasi
dengan menciptakan kerangka baru. Sehingga kemudian membuat Al-Qaidah nampak
seperti singa yang tak bertaring dan tak bercakar, namun masih tetap
menampilkan citra seekor singa. Namun sejatinya, singa tersebut kehilangan
wibawa dan kekuatan yang seharusnya dimiliki seekor singa. Sehingga menjadi
raga tanpa jiwa, dan baik pihak yang kuat ataupun yang lemah tidak takut lagi
akan kekuatannya.”
Hari ini kita
menyaksikan sedikit-banyak apa yang telah saya katakan kepada rekan saya
–semoga Allah menerima amalannya— telah terbukti. Kendati saat itu rekan saya
menyatakan bahwa hal itu mustahil terjadi, dan menganggapnya sebagai sebuah
intimidasi dan jauh dari kenyataan! Kenyataannya, pernyataan saya tadi bukanlah
isapan jempol, namun berdasarkan telaah sejarah dan analisa perkembangan
peristiwa harian. Saya meyakini bahwa secara teoritis, para petinggi Al-Qaidah
memahami betul ketentuan demikian. Bahkan mereka lebih memahami dan
mengetahuinya dari kita semua. Hanya saja, mereka tidak bisa membayangkannya,
karena mereka telah terjerumus ke dalam malapetaka tersebut. Kaki mereka
terjerembab ke dalam lumpur hingga tenggelam sedalam lutut, bahkan sampai
setinggi kerongkongan. Ya Rabbi!
Seperti burung elang mungil yang bulunya berguguran, setiap burung lain
terbang ia gulana
Masa ketika di Riyadh sangatlah senang, ia bisa bebas berburu makanan
sekehendaknya
Hingga akhirnya sakitnya jadi bencana, kedua sayapnya telanjang terbuka
Hingga akhirnya sakitnya jadi bencana, kedua sayapnya telanjang terbuka
Di antara tipu saya Iblis yang paling dahsyat mendera adalah ketika
mereka memandang diri mereka sebagai kaum wasath (moderat/pertengahan)
antara kelompok ghuluw (ekstrim) dan Murjiah (longgar/menggampangkan). Mereka
mendeskripsikan bahwa kaum ghuluw adalah orang-oang yang kokoh berpegang teguh
kepada sunnah dan mengamalkan Al-Quran dengan kekuatan (baca: tentara
Khilafah). Dan mereka menggambarkan bahwa Murjiah adalah para ulama penguasa
dan siapa saja yang bersama mereka. Sedangkan orang-orang menyimpang dari
kalangan IM mereka gambarkan sebagai “saudara se-manhaj dan teman
seperjalanan”. Inilah yang membuat mereka buta tak dapat melihat kondisi mereka
sebenarnya; terjerumus ke dalam penyimpangan dan keruntuhan. Sementara itu,
nalar buntu mereka menginformasikan bahwa yang namanya penyimpangan terjadi
secara sekaligus dalam waktu sehari semalam. Inilah sumber penderitaan dan
kawasan bencana.
Mereka berjalan dalam iring-iringan pawai orang-orang payah
Mereka buta tak dapat melihat jalan penuh hidayah
Agar pembaca bisa mengamini kebenaran pernyataan di dalam tulisan ini,
perhatikanlah dengan seksama perbuatan dan perkataan Azh-Zhawahiri, maka takkan
ragu lagi akan ditemukan banyak kejanggalan. Nalar Azh-Zhawahiri telah
didominasi ‘celupan’ Ikhwani. Di dalam darahnya mengalir kecintaan kepada
bangsa (nasionalisme), sehingga dia lebih mengutamakannya ketimbang keridhaan
Allah Jalla wa ‘Ala –baik disadarinya maupun tidak. Dialah
menjadikan Mursi yang sudah tak diragukan lagi kemurtadannya sebagai sebagai
salah seorang saudara se-manhajnya. Bahkan Azh-Zhawahiri mendoakannya
seolah-olah seperti Imam Ahmad bin Hanbal. Dia mendoakan Mursi agar senantiasa
teguh dan lapang dada!!!
Kemudian nampak jelas sekali –diprediksi tentang masa depan Al-Qaidah
dan transformasinya menjadi sebuah partai politik atau mungkin saat ini ia
sedang dalam metamorfosa mendirikan partai politik, sebagaimana dilakukan IM,
Hamas, dan Hizbullata. Kita menyaksikan dan mendengar prediksi tersebut dari
bagaimana Azh-Zhawahiri mengonsumsi setiap peristiwa dan realita yang ada, lalu
betapa berlebihannya dia menyambut revolusi-revolusi di Dunia Arab yang
dinamakan The Arab Spring (Musim Semi Dunia Arab/Kebangkitan
Dunia Arab). Sehingga dia terkagum-kagum terhadap ‘panggilan-panggilan jalanan’
(demonstrasi) sampai pada tingkatan berharap untuk bisa tampil di barisan
terdepan di alun-alun di setiap revolusi damai melawan kelaliman dan tirani
penguasa.
Sebagaimana
Azh-Zhawahiri sangat membanggakan dirinya yang menjadi salah satu partisipan
pertama dalam berbagai demonstrasi di Alun-alun Tahrir Kairo pada 1971.
Demikian pula dia melancarkan seruan tercelanya untuk memobilisasi massa dalam
kampanye demonstrasi rakyat demi mengamandemen salah satu materi undang-undang
(UU) negara Mesir! Begitu juga, Azh-Zhawahiri memperlihatkan kepada kita
bagaimana metode yang layak untuk dijadikan bentuk balas dendam kepada Gereja
Kristen Koptik Mesir yang telah melakukan tindakan sewenang-wenang kepada
saudari kita Camellia Shehata (mualaf) dan saudari-saudarinya. Yaitu berupaya
terlebih dulu menjatuhkan rezim, lalu kemudian kita membentuk
peradilan-peradilan untuk mengadili para kriminal atas tindakan-tindakan keji
mereka! Dan kita pun tidak tahu apakah Azh-Zhawahiri dapat melakukannya,
sementara dia menganggap kaum Kristen Koptik Mesir sebagai “rekan sebangsa”?!!
Dan masih banyak lagi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan Sang
Hakimul-Ummah DR. Aiman Azh-Zhawahiri.
Demi Allah,
wahai para pencari kebenaran, bagaimana semua ini –dan saya keberatan untuk
menuliskan seluruh penyimpangan yang terjadi, khawatir bertele-tele dalam
menjelaskan—tidak dinamakan sebagai suatu ketergelinciran dan penyimpangan;
dari puncak tertinggi jihad dan istisyhad (mencari kesyahidan) terjun bebas ke
jurang perdamaian dan defeatisme (paham kalah sebelum berjuang)?!
Demi Allah
Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sejatinya persoalan ini nampak
lebih buruk dari yang dapat dibayangkan dan dijelaskan. Tidak ada orang yang
bisa berpura-pura buta tak melihat akibat dari tindakan memalukan, selain orang
yang kurang akal, minim kecerdasan (bashirah), dan ternoda fitrahnya
(watak/jiwa)!
Menurut
analisa saya, penyimpangan yang mendera Al-Qaidah akan mencapai klimaksnya
sebagaimana terjadi pada IM, seandainya tidak memiliki proyek yang konsisten,
jelas, dan integral dalam segenap pilarnya. Sebuah proyek yang meniscayakan
keberanian menarik permadani empuk dari orang-orang lemah tadi. Dan keberadaan
Daulah Islam –sebagai pemilik proyek ideal—tergolong sebagai katup aman dan
niscaya takkan menggelincirkan mayoritas umat yang masih berpegang teguh kepada
Al-Qaidah ke kubangan kenistaan. Hal inilah yang membuat saya meyakini bahwa
Al-Qaidah senantiasa berjalan beriringan demi kebaikan Daulah Islam sebagaimana
adanya.
Kelak akan banyak pendukung dan segelintir petinggi Al-Qaidah yang akan
tersadar dari mabuk kultus, setelah didera pecut penyimpangan-penyimpangan
buruk yang nanti akan mereka sadari selepas terjadinya kontradiksi-kontradiksi
antara idealisme keyakinan mereka dengan proses usaha yang mereka lakoni di
dunia nyata. Mereka kelak akan benar-benar menyadari kekeliruan yang dilakukan
para qiyadah (petinggi) mereka. Sehingga kemudian mereka akan lompat keluar dari
bahtera Al-Qaidah yang menurut banyak data realita telah tenggelam di samudera
kesia-siaan, labirin membingungkan, dan kepunahan. Itulah salah satu tanda dari
segenap tanda sunnatullah. Allah berfirman,“Adapun buih itu, akan hilang
sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada
manusia, maka ia tetap di bumi.” (Ar-Ra’d: 17) Dalam waktu
dekat, nampaknya seluruh dunia akan menyaksikan –dengan izin Allah— hal itu.
‘Tongkat’ Daulah Islamiyah akan mengalahkan seluruh magis neo-Al-Qaidah
pimpinan Azh-Zhawahiri dan siapa saja yang loyalitas kepadanya dari kalangan
orang-orang kalah.
Tatkala Musa datang dan tongkat pun dilempar
Maka lenyaplah sihir dan tukang sihir
Maka lenyaplah sihir dan tukang sihir
Penulis
Abul-Baraa Ash-Sha’iqi
Rabu, 17 Rajab 1436 H
0 komentar:
Posting Komentar